Pages

Senin, 15 Agustus 2011

Apa Pentingnya Puasa?

“Apa pentingnya puasa?” tanyaku kepada sobatku, namanya Abdul. Abdul ini adalah sobatku yang baik, setengah bijak, lugas, dan cukup punya wawasan luas. Sore ini, dia datang bersilaturrahmi ke rumahku untuk berbuka puasa di hari pertama. Seperti biasa, disini aku selalu berperan sebagai sosok yang dungu.

“Heh, apa pentingnya puasa?” tanyaku sekali lagi. Abdul pun menyaut enteng, “puasa akan membuat hidupmu lebih produktif. Apa kau percaya perkataanku?” tanyanya balik.

“Tentu saja tidak!” tegasku. “Aku anggap itu omong kosong. Gimana bisa produktif - abis saur mata ngantuknya minta ampun, kadang kagak subuhan, bangun-bangun kepala malah puyeng, badan demam. Untungnya jam kantor dipotong 1-2 jam. Buka, kenyang, taraweh yang gak pernah bisa khusuk, ngantuk, dan langsung terkapar. Bayangkan kalau itu terjadi selama 1 bulan. Perubahan jam biologis itu, justru membuat hidup jauh dari tanda-tanda produktivitas. Atau setidaknya, gak ngefek apa-apa!”

“Kenapa kau tampak bodoh hari ini, Mod? Dulu kau masih bisa mikir. Tapi aku suka dengan kejujuranmu ini. Kau seperti barusan melakukan pengakuan dosa di hadapan pendetamu… Hahaaa. Dan kutahu, akhir-akhir ini emosimu memang sedang tidak stabil. Aku maklumi itu. Baiklah, dengarkan aku yaa?” lanjut Abdul dengan gayanya yang sok bijak.

“Ada dua hal yang paling penting dari puasa, dan yang paling dinantikan oleh mereka yang berpuasa. Apa itu? Yaitu saat berbuka puasa dan saat berjumpa dengan Allah. Tapiii… dari dua hal ini, satu yang sangat penting adalah saat berjumpa dengan Allah. Yang jelas, manusia akan sangat sulit berjumpa dengan Allah kalau perutnya selalu kenyang. Syarat perjumpaan itu, manakala tubuh fisikmu melemah dan tubuh jiwamu menguat. Dan puasa, adalah instrumen untuk mencapai kondisi itu.

Tujuan puasa, tak sekedar membersihkan penyakit tubuh fisik, tapi yang jauh lebih penting adalah membersihkan penyakit hati yang sekian lamanya mengendap seperti marah, iri, dengki, benci, dendam, sombong, dan teman-temannya. Proses pembersihan ini terjadi di siang hari – tatkala seluruh watak buruk itu bergemuruh kencang mengendalikan hidup kita. Saat puasa di siang hari itu, terjadi pertarungan berkecamuk antara watak baik dengan watak buruk, di medan qalbu kita saat di musim kemarau berkepanjangan dan rasa lapar yang menyiksa. Kebanyakan dari kita tidak mau tahu dengan hasil akhir pertarungan ini. Yang penting bisa berbuka dengan segala kelezatannya.

Nah, tibalah saat yang paling ditunggu-tunggu. Yaitu melakukan perjumpaan dengan Allah. Tepat jam 12 malam sampai jam 3 pagi, adalah momen paling baik untuk melakukan perjumpaan itu. Pada kondisi itulah, tubuh jiwa perlahan-lahan menggeliat berhasrat untuk merentangkan sayapnya, menerbangkan sang jiwa menemui sepasukan cahaya yang sudah menunggunya di pintu langit.

Di hari permulaan ramadhan, tepatnya 20 malam ramadhan – tubuh jiwa berlatih di setiap paruh malam untuk mengepakkan sayapnya yang masih lemah dan lunglai. Hingga sampai pada puncaknya, 10 malam terakhir menjadi malam yang menentukan. Saat itu - tubuh jiwa dengan segenap kekuatannya merentangkan sayap, menerbangkan sang jiwa dengan anggun untuk menghampiri sepasukan cahaya. Sekejap, sang jiwa melesat bersama sepasukan cahaya menembus ambang batas kesadaran.Tujuan finalnya, melakukan perjumpaan suci antara sang jiwa dengan Allah. Konon katanya, inilah yang disebut dengan Lailatul Qadr.”

“Apa kau mengerti, Mod? Kalau mengerti, sudah semestinya produktivitas hidupmu akan meningkat dengan pesat!” jelas Abdul.

“Hiyyyaa…” jawabku setengah sadar.

0 komentar:

Posting Komentar